Sejarah Mulanya Pengamen
Pengamen atau sering disebut pula sebagai penyanyi jalanan (Inggris: street singers), sementara musik-musik yang dimainkan umumnya disebut sebagai Musik Jalanan. Pengertian antara musik jalanan dengan penyanyi jalanan secara terminologi tidaklah sederhana, karena musik jalanan dan penyanyi jalanan masing-masing mempunyai disiplin dan pengertian yang spesifik bahkan dapat dikatakan suatu bentuk dari sebuah warna musik yang berkembang di dunia kesenian.
Perkembangan pengamen telah ada sejak abad pertengahan terutama di Eropa bahkan di kota lama London terdapat jalan bersejarah bagi pengamen yang berada di Islington, London, pada saat itu musik di Eropa berkembang sejalan dengan penyebaran musik keagamaan yang kemudian dalam perkembangannya beberapa pengamen merupakan sebagai salah-satu landasan kebudayaan yang berpengaruh dalam kehidupan umat manusia.
Kendati bentuk musik yang dikembangkan lewat gereja itu sebenarnya adalah berdasarkan dasar-dasar pengetahuan musik Yunani. Lewat gereja, bentuk dasar itu dikembangkan selaras dengan perkembangan seni Drama, Seni Rupa dan Sastra. Bentuk musik yang dikembangkan lewat gereja itu, akhirnya dikenal sebagai Liturgi, kata yang berasal dari bahasa latin, Liturgia (Doa Dalam Bentuk Nyanyian).
Pada saat musik gereja berkembang pesat, di luar gereja berkembang suatu bentuk musik yang boleh dikatakan agak liar dan mempunyai tema yang lebih luas. Seperti cinta tidak sekedar digambarkan sebagai hubungan manusia dengan Tuhan secara frontal.
Oleh kalangan gereja, bentuk musik ini disebut sebagai musik duniawi. Dalam proses penciptaan atau terjadinya bentuk musik duniawi ini, tidak ada sangkut pautnya dengan gereja. Kendati pada awalnya antara musik gereja dan musik duniawi ini memang memiliki kesinambungan.
Musik duniawi yang berkembang saat itu, umumnya dibawakan atau dinyanyikan oleh para musafir atau pengelana. Mereka menggunakan alat musik yang sederhana dan praktis, biasanya alat musik berdawai semacam gitar. Para musikus pengembara itu berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain, mengelilingi negeri, sambil bernyanyi. Mereka mendapatkan upah atau imbalan dari para penikmat musiknya. Di Perancis, musafir pemusik ini disebut troubadour, dan di Jerman disebut minnesaenger. Sampai saat ini, budaya semacam itu masih banyak dilakukan oleh kaum Gypsi, yang berada di daerah Spanyol.
Bahkan pengaruh musik mereka juga sempat terbawa ke Indonesia oleh bangsa Portugis. Musik mereka itu diserap oleh seniman musik Indonesia sebagai musik Keroncong. Keroncong asli kerap disebut sebagai keroncong moritsku atau morisko. Perkataan ini berasal dari moresca, yaitu sejenis tari pedang yang khas di antara bangsa Spanyol dan Portugis. Kerangka musik ini berkaitan juga dengan musik-musik Abad Tengah.
Fenomena itu mungkin menjadi awal kemunculan bentuk musik jalanan. Seperti di Indonesiapun, budaya ngamen semacam itu, sudah ada sejak sekitar abad ketiga belas, saat kejayaan Kediri atau Kahuripan. Saat itu sudah dikenal rombongan kesenian musik yang berjalan dari satu tempat ke tempat lain, dan menghibur lewat syair atau pantun yang berisi dongeng Panji. Mereka akrab disebut sebagai Dalang Kentrung. Keberadaan mereka terkadang berarti sakral bagi masyarakat yang dilewatinya, karena apa yang mereka lantunkan tidak sekedar hiburan, tetapi terkadang merupakan nasehat, isyarat bahkan ramalan masa depan dari situasi.
Namun dalam perkembangan jaman yang semakin kompleks, budaya ngamen ini juga ikut berkembang menjadi salah satu peluang untuk mencari nafkah dari sementara orang. Seperti banyaknya pengamen yang saat ini terlihat di sekeliling kita, sebernarnya juga menyimpan bermacam-macam motif. Ada yang melakukannya untuk mencari identitas, ada yang melakukan karena iseng, ada pula yang jadi pengamen karena memang harus mengejar nafkah.
SUMBER:
http://pustaka-juned.blogspot.co.id/2011/10/musik-jalanan-dan-pengamen.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengamen
Perkembangan pengamen telah ada sejak abad pertengahan terutama di Eropa bahkan di kota lama London terdapat jalan bersejarah bagi pengamen yang berada di Islington, London, pada saat itu musik di Eropa berkembang sejalan dengan penyebaran musik keagamaan yang kemudian dalam perkembangannya beberapa pengamen merupakan sebagai salah-satu landasan kebudayaan yang berpengaruh dalam kehidupan umat manusia.
Kendati bentuk musik yang dikembangkan lewat gereja itu sebenarnya adalah berdasarkan dasar-dasar pengetahuan musik Yunani. Lewat gereja, bentuk dasar itu dikembangkan selaras dengan perkembangan seni Drama, Seni Rupa dan Sastra. Bentuk musik yang dikembangkan lewat gereja itu, akhirnya dikenal sebagai Liturgi, kata yang berasal dari bahasa latin, Liturgia (Doa Dalam Bentuk Nyanyian).
Pada saat musik gereja berkembang pesat, di luar gereja berkembang suatu bentuk musik yang boleh dikatakan agak liar dan mempunyai tema yang lebih luas. Seperti cinta tidak sekedar digambarkan sebagai hubungan manusia dengan Tuhan secara frontal.
Oleh kalangan gereja, bentuk musik ini disebut sebagai musik duniawi. Dalam proses penciptaan atau terjadinya bentuk musik duniawi ini, tidak ada sangkut pautnya dengan gereja. Kendati pada awalnya antara musik gereja dan musik duniawi ini memang memiliki kesinambungan.
Musik duniawi yang berkembang saat itu, umumnya dibawakan atau dinyanyikan oleh para musafir atau pengelana. Mereka menggunakan alat musik yang sederhana dan praktis, biasanya alat musik berdawai semacam gitar. Para musikus pengembara itu berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain, mengelilingi negeri, sambil bernyanyi. Mereka mendapatkan upah atau imbalan dari para penikmat musiknya. Di Perancis, musafir pemusik ini disebut troubadour, dan di Jerman disebut minnesaenger. Sampai saat ini, budaya semacam itu masih banyak dilakukan oleh kaum Gypsi, yang berada di daerah Spanyol.
Bahkan pengaruh musik mereka juga sempat terbawa ke Indonesia oleh bangsa Portugis. Musik mereka itu diserap oleh seniman musik Indonesia sebagai musik Keroncong. Keroncong asli kerap disebut sebagai keroncong moritsku atau morisko. Perkataan ini berasal dari moresca, yaitu sejenis tari pedang yang khas di antara bangsa Spanyol dan Portugis. Kerangka musik ini berkaitan juga dengan musik-musik Abad Tengah.
Fenomena itu mungkin menjadi awal kemunculan bentuk musik jalanan. Seperti di Indonesiapun, budaya ngamen semacam itu, sudah ada sejak sekitar abad ketiga belas, saat kejayaan Kediri atau Kahuripan. Saat itu sudah dikenal rombongan kesenian musik yang berjalan dari satu tempat ke tempat lain, dan menghibur lewat syair atau pantun yang berisi dongeng Panji. Mereka akrab disebut sebagai Dalang Kentrung. Keberadaan mereka terkadang berarti sakral bagi masyarakat yang dilewatinya, karena apa yang mereka lantunkan tidak sekedar hiburan, tetapi terkadang merupakan nasehat, isyarat bahkan ramalan masa depan dari situasi.
Namun dalam perkembangan jaman yang semakin kompleks, budaya ngamen ini juga ikut berkembang menjadi salah satu peluang untuk mencari nafkah dari sementara orang. Seperti banyaknya pengamen yang saat ini terlihat di sekeliling kita, sebernarnya juga menyimpan bermacam-macam motif. Ada yang melakukannya untuk mencari identitas, ada yang melakukan karena iseng, ada pula yang jadi pengamen karena memang harus mengejar nafkah.
SUMBER:
http://pustaka-juned.blogspot.co.id/2011/10/musik-jalanan-dan-pengamen.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengamen
Komentar
Posting Komentar